Setiap kami akan melaksanakan outbound di suatu tempat, pertanyaan khas yang muncul dari tim selalu diawali dengan dimana tempatnya. Pertanyaan berikutnya biasanya seputar siapa pesertanya, target learningnya apa atau apakah tujuan outboundnya sekedar refreshment saja. Mengetahui dimana lokasi outbound yang akan kami pakai sangatlah penting sebagai landasan perencanaan, berdasarkan lokasi ini kami menentukan permainan apa yang mungkin untuk dilaksanakan, tentu akhirnya berdampak pada perlengkapan apa saja yang perlu kami persiapkan. Lokasi tujuan juga menentukan seberapa besar effort yang harus kami lakukan sehingga sejak awal kami telah bisa mengantisipasinya.
Beberapa lokasi outbound terkategorikan sebagai zona hijau, dimana lokasi ini mudah dijangkau, telah tersedia penginapan bahkan seringkali instalasi outbondnya pun sudah tinggal pakai saja. Masuk dalam kategori zona hijau ini diantaranya Hotel, resort, villa atau cottage yang terkelola dengan baik. Setingkat lebih menantang dari zona hijau kami menyebutnya zona kuning, lokasinya biasanya area outbound yang tidak menyediakan penginapan dan minim fasilitas serta jaraknya agak jauh dari basecamp atau fasilitas umum lainnya.
Untuk zona kuning ini kita perlu lebih cermat mengantisipasi segala persiapannya karena sedikit meleset saja akan menimbulkan kerepotan tersendiri. Tak jarang kami kehabisan energi dan terkuras emosi hanya gara-gara ketinggalan perlengkapan sepele namun sangat diperlukan seperti tali raffia misalkan, bisa anda bayangkan jika kita sudah berada ditengah kawasan yang jauh dari pemukiman apalagi pertokoan dan lupa tak bawa tali raffia? Rasanya saya bahkan rela menukarkan uang ratusan ribu hanya untuk segulung raffia.
Tak perlu saya cerita banyak bagaimana persiapannya jika kami harus masuk Zona Merah? Siapapun yang menjadi Project Directornya akan tiba-tiba menjadi lebih sangar dari seorang tentara ketika checking terakhir sebelum berangkat. Berulang kali penanggung jawab perlengkapan akan memastikan langsung apakah perlengkapan yang tertera di check-list sudah benar-benar terbawa. Bahkan kami para trainer tidak lupa terkena dampak dari ketatnya perencanaan ini. Biasanya kami boleh agak longgar untuk mempersiapkan materi hingga tiba di lokasi, akan tetapi jika lokasinya di zona merah maka jauh-jauh hari kami harus rela untuk bolak-balik dikonfirmasi tentang persiapan dan perlengkapan apa yang kami perlukan. Tentu masing-masing kami saling menyadari bahwa sedikit kesalahan saja berarti siap-siap dengan dampaknya yang besar, bahkan hingga perubahan format acara yang sangat dramatis.
Selain menyangkut antisipasi persiapannya, selama ini saya mengamati bahwa lokasi pilihan outbound juga sangat menentukan adrenalin kami selama menanti pemberangkatannya. Semangat dalam menunggu dan mempersiapkan outboundnya sangat berbeda. Jika lokasi outbound masih di sekitar Malang atau Batu apalagi di lokasi-lokasi yang sangat familiar, seringkali kami cenderung “meremehkan” persiapannya. Bahkan berangkat pagi-pagi meski outbound dimulai pukul delapan pagi pun tak terlalu menjadi persoalan bagi kami. Cukup kita kirimkan tim aju untuk suvei sekilas kemudian mereka turun lagi untuk pulang atau bermalam di kantor.
Sangat berbeda jika lokasinya di zona kuning atau merah, maka seolah haram hukumnya untuk kita berangkat pada hari-H meski acaranya baru dimulai siang harinya. Bahkan tidak jarang kami sudah berada di lokasi H minus 2 jika dirasa lokasi tujuan benar-benar baru dalam daftar
katalog lokasi outbound kami terutama jika waktu untuk survey, gladi bersih dan final preparation itu berada dalam saat yang sama atau berdekatan. Kami pernah berada di Barombong – Makassar selama hampir 5 hari padahal durasi training kami hanya 2 hari, selisih hari selebihnya kami gunakan untuk survey dan preparation. Entah mengapa semakin lokasi outbound itu menantang semakin bersemangat kami mempersiapkannya dan semakin detil kami mengantisipasinya, setiap saat kami hampir bisa dibilang semakin terobsesi dengan lokasi tujun itu.
Sahabat, anda percaya atau tidak sesungguhnya demikian pula impian atau tujuan akhir hidup yang kita tuju mempengaruhi adrenalin semangat hidup serta menentukan akan disibukkan oleh apa hidup kita. Semakin “menantang” impian kita maka semakin tinggi kadar adrenalin mengaliri darah perjuangan hidup ini dan tentu sehari-hari kita hanya akan disibukkan oleh aktifitas mengejar mimpi itu.
Sebaliknya bila mimpi kita biasa-biasa saja atau bahkan tak memiliki mimpi sama sekali, alih-alih bersemangat justru kita akan cenderung meremehkannya bahkan lebih parah lagi justru meremehkan diri sendiri, jadi sungguh ada hubungannya antara Self-esteem dengan Self-expectation.
Kita juga akan terjebak pada aktifitas yang sama sekali tak berhubungan dengan tahapan persiapan meraih mimpi itu atau setidaknya mudah tergoda untuk beralih aktifitas kepada yang lebih dapat memberikan kepuasan sesaat. Karena jika kita sedang tak melakukan sesuatu yang benar-benar menantang maka kita akan mencari aktifitas yang seolah menantang seperti permainan olah raga atau games.
Tentu anda menyadari itulah kenapa olah raga permainan seperti futsal lebih digemari daripada olah raga ketangkasan dan kekuatan seperti tolak peluru atau lari atletik. Akhirnya saya dapat benar-benar mengerti maksud dari kata-kata Pencetus aliran NLP terbarui yang disebut NAC (neuro-associative conditioning) sekaligus Motivator terkenal di Dunia, Anthony Robbin. “People are not lazy. They simply have impotent goals / that is, goals that do not inspire them.” Dalam bahasa saya, Anda bukannya malas, persoalannya hanyalah impian Anda yang tak mengilhami Anda untuk bergerak.
Tak perlulah saya mengulang betapa pentingnya impian itu, metafora terakhir yang ingin saya bagi jika Anda mengijinkan adalah tentang Gelang Karet, ya gelang karet yang sederhana dengan sarat makna. Coba Anda bayangkan gelang karet tergantung di jepitan antara jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri Anda, kemudian bayangkan jari telunjuk kanan Anda menarik sisi bawah gelang karet tersebut ke bawah. Anda dapat merasakan bahwa gelang karet itu semakin menegang, karena memang demikianlah faktanya. Semakin anda rentangkan lebih jauh maka semakin tinggi tegangan pada gelang karet tersebut.
Nah sahabat, jari telunjuk kanan Anda yang berada di bawah itu ibarat current state Anda saat ini dan jepitan kedua jari yang diatas adalah ibarat desire state Anda di masa yang akan datang. Sementara tegangan yang terjadi pada karet ibarat semangat atau motivasi yang timbul. Semakin tinggi Anda menarik titik impian Anda ke atas maka semakin tinggi tegangan atau motivasi yang timbul dan sebaliknya semakin rendah impian Anda maka semakin hilang motivasi Anda. Pun demikian impian seyogyanya dalam batas realistis kita agar tegangannya tetap dalam batas yang akan dapat menghindarkan putusnya gelang karet itu. Itulah mengapa di NLP kami diajarkan untuk menggunakan teknik SMART dalam menyempurnakan impian kami. Bolehlah kita bahas lain waktu untuk topik yang satu ini.
Beginilah biasanya saya menjawab pertanyaan remaja, pelajar dan mahasiswa, juga karyawan, guru dan para manajer mengenai bagaimana agar kita focus belajar, mengurangi kecanduan pada games dan permainan atau hilangnya gairah kerja dan disiplin pada SOP. Sungguh tak ada pelajar atau pekerja yang Malas, mereka sekedar tidak terhubung dengan impiannya di masa depan….
Dan bila kita sedikit lebih cermat sesungguhnya Islam telah mengajarkan akan kekuatan impian ini sejak dahulu.
Oleh Feri Dwi Sampurno di PNBB – Proyek Nulis Buku Bareng
Ingat kisah ketika pada perang khandaq Rasulullah tercinta membelah batu? Saat para sahabat lainnya tak mampu membelah batu besar yang menghalangi pembuatan parit? Diriwayatkan pada saat batu besar itu berhasil dibelah oleh Rasulullah maka muncullah lambaian api seraya beliau bersabda bahwa telah melihat kunci-kunci kerajaan Parsi dan Romawi. Saat itu adalah hal yang sangat menantang bahkan hampir mendekati mustahil bagaimana bangsa kecil yang baru bangkit bermimpi untuk menaklukkan Bangsa Besar yang telah lama mengelola separuh dunia? Dan kekuatan impian yang Rasulullah suntikkan kepada kaum muslimin lantas menjadi banjir adrenalin kepada para sahabat hingga tabiin dan tokoh-tokoh Ummat Islam berikutnya.
Bahkan kekuatan impian itu mengalir hingga 8 abad lamanya ketika kemudian Konstantinopel dapat ditaklukkan pada 1453 Masehi. Impian bahkan dapat membuat kita mengabaikan bagaimana realita kita saat ini, karena memang menurut seorang penulis Buku International Best Seller, Paul Arden pada salah satu judul bukunya yang sangat saya suka “its not about how good you are, its about how good you want tobe”. Saya selalu meyakini kalimat ini sebagai kekuatan bagi saya untuk mengabaikan fakta dan realitas saya saat ini, karena tak peduli seberapa buruk dan terpuruknya diri kita saat ini, tidaklah terlalu penting. Yang terpenting adalah seberapa hebat diri kita dimasa yang akan datang. Sahabat, saatnya meneguhkan dan menyempurnakan impian. Anda siap? Ayo berangkat…….
Tinggalkan komentar